Arky melakukan budi daya maggot atau belatung sejenis larva dari Lalat Black Soldier Fly/BSF (Hermetia illucens L.). Bukan hanya menjadi solusi untuk mengurangi sampah, budi daya maggot juga menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.Bahkan penggunaan larva ini dilirik oleh Taman Safari Indonesia (TSI) untuk mengurai sampah organik.
Dimana kebanyakan adalah kotoran hewan, di lokasi kebun binatang tersebut. Biasanya metode komposting digunakan untuk mengurai kotoran hewan, tapi dengan maggot, hasilnya justru akan lebih bernilai. Arky Gilang Wahab merupakan salah seorang yang pertama mempopulerkan budi daya maggot.
Budi daya maggot ini dilakukan melalui perusahaan limbah dan bioteknologi bentukannya, PT Greenprosa Adikara Nusa (Greenprosa). Kenapa memilih maggot? Karena maggot memiliki fase larva dari Black Soldier Fly atau lalat tentara hitam. Sedangkan waktu hidupnya lebih lama, dalam fase hidupnya, maggot ini steril karena tidak makan.
Lanjut, maggot betina akan mati setelah bertelur, sedangkan yang jantan akan mati setelah kawin. Jadi tidak mencari makan di tempat-tempat yang kotor yang artinya tidak membawa penyakit. Menurut Arky, ternyata banyak tantangan ketika memulai budi daya hingga akhirnya menjadi bisnis.
Anaknya bahkan sempat protes karena bau sampah yang hinggap di tubuhnya setiap pulang ke rumah. Berawal dari keprihatinan akan kampung halamannya, Banyumas, yang darurat sampah pada 2018 silam, Arky mulai mencari cara untuk mengurangi sampah. Budi daya maggot dianggap dapat menjadi kunci utama untuk mengurangi sampah organic.
Alasannya karena metode menguraikan sampah dengan maggot ini dapat dilakukan dengan cepat, ketimbang metode komposting untuk membuat pupuk kompos. Dengan metode komposting, diperlukan waktu sekitar 24-45 hari hingga sampah organik terurai menjadi kompos.
Sedangkan dengan maggot, prosesnya jauh lebih cepat, yakni hanya perlu satu hari. Tidak hanya digunakan untuk membuat kompos, maggot yang sudah selesai mengurai sampah di usia 14 hari akan dikeringkan dan dipanen sebagai sumber protein atau untuk bahan baku pakan ternak. Inilah yang menjadi sumber ekonomi bernilai tinggi.
Awalnya, Arky dan rekan-rekannya mendapatkan sampah organik dari lingkungan sekitar Desa Banjaranyar, Kabupaten Banyumas, yakni sekitar 5-10 kg sampah per hari. Sampah-sampah tersebut diberikan maggot sebanyak 5 gram yang kemudian mengurai sampah organik menjadi pupuk.
Rupanya metode ini sangat efektif untuk mengurangi sampah dan memproduksi pupuk organik sehingga skala bisnisnya semakin berkembang.Untuk mengembangkan budi daya maggot ini, Greenprosa memperluas kerjasama dengan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengumpulkan sampah, serta dengan dua tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Banyumas untuk mengelola sampah organik di kampung halamannya.
Kini, pihaknya telah mengurai hampir 40 ton sampah organik per hari di Banyumas. Tentunya hal ini sangat membantu permasalahan sampah di kabupaten tersebut. Keseriusan dan ketekunannya dalam mengelola sampah melalui budi daya maggot tersebut telah mengantarkan Arky Gilang meraih apresiasi Satu Indonesia Award 2021 Tingkat Nasional Bidang Lingkungan.
Apresiasi tersebut menjadikan Arky semakin dipercaya oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk ikut serta mengelola sampah di wilayah yang memiliki potensi sampah secara keseluruhan mencapai kisaran 150 ton per hari itu. Ia pun terlibat dalam pengelolaan sampah di sejumlah tempat pengolahan sampah terpadu.
Yakni reduce, reuse, recycle (TPST 3R) dan tempat pembuangan akhir (TPA) di Kabupaten Banyumas. Bahkan saat ini, dia juga tengah menyiapkan mitra pengelola sampah di Kabupaten/Kota Tegal, Kabupaten/Kota Pekalongan, Kabupaten Klaten, Kabupaten/Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten/Kota Magelang, dan Kabupaten Gunungkidul.
Menurutnya apresiasi Satu Indonesia Award 2021 yang diraihnya telah menaikkan citra positif kegiatan pengelolaan sampah dan budi daya maggot yang dia tekuni selama ini. Jadi, apakah teman pembaca tertarik untuk mengikuti jejak Arky Gilang Wahab untuk melakukan budi daya maggot di daerah masing-masing untuk mengurangi tumpukan sampah dan mengubahnya menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis tinggi?