Ekspedisi Wisata Oksigen Tertinggi di Dunia - Pulau Gili Iyang - Sumenep

10/23/2013 3 Comments
Ekspedisi Wisata Oksigen Tertinggi di Dunia - Pulau Gili Iyang - Sumenep - Madura

Rencana TreTan untuk bisa berkunjung ke Pulau Gili Iyang akhirnya terwujud bareng temen-temen dari Komunitas Blogger Madura (Plat-M.com) dan dari Tim Songennep Tempo Doeloe. Sebenarnya kita berencana ingin ke Pulau Gili Labak yang masih masuk Kabupaten Sumenep, namun tertunda dikarnakan sesuatu hal. Alasan kenapa ingin ke Pulau Gili Labak dikarnakan pulau tersebut memiliki pantai yang bagus dengan pasir putihnya.

Beberapa orang telah mengabadikan cerita dan foto mereka tentang keindahan Pulau Gili Labak di dunia maya, dari situlah TreTan ingin ‘babat alas’ melihat secara langsung potensi didalamnya dan ikut serta mempromosikan potensi wisata Pulau Gili Labak kepada khalayak ramai melalui media web PulauMadura.com ini.

Baca Juga: Wisata Pulau Gili Labak - Sumenep

Gagal mengunjungi Pulau Gili Labak, temen-temen dari Tim Songennep Tempo Doeloe memberi saran untuk mengunjungi Pulau Gili Iyang dengan potensi Kadar Oksigen terbersih di Dunia. Mendengarkan tawaran dari mereka, kami mengiyakan dan membicarakan langkah selanjutnya untuk sampai di Pulau Gili Iyang.

Hari yang ditentukan telah tiba, kami berangkat setelah sebelumnya berkumpul di Taman Bunga Sumenep menanti teman lainnya berbarengan mengunjungi Pulau Gili Iyang. Perjalanan lumayan panjang memakan waktu sekitar 1 jam dan kamipun tiba di Pelabuhan Dungkek tempat penyeberangan menuju Pulau Gili Iyang.

KLIK GAMBAR UNTUK MEMPERBESAR
Pelabuhan Dungkek

Sepeda motor kami titipkan ke tempat parkir tepatnya di Pom Bensin tempat pembelian bensin/solar bagi para nelayan.

Disana tidak lantas kami menumpang perahu, tapi masih menunggu perahu yang telah dipesan dengan meminta bantuan Klebun (Kepala Desa) setempat. Ongkos yang dikeluarkan untuk kami yang berjumlah 8 orang dengan sistem Pulang-Pergi sekitar Rp. 300.000

Perjalanan perahu melawan ombak laut membuat beberapa teman pusing dan salah satu dari kami mengalami muntah mungkin dikarenakan belum terbiasa “digoyang” oleh ombak dan akhirnya kami sampai di Pulau Giliyang dengan memakan waktu perjalanan laut sekitar setengah jam.

Suasana dalam perahu menuju Pulau Giliyang

Perjalanan menuju Pulau Giliyang

Disana kami sudah disambut oleh penduduk setempat yang akan memandu kami untuk mengunjungi beberapa tempat wisata dengan menggunakan “Dorkas” kendaraan sepeda motor roda 3 dan orang setempat menyebutnya “odong-odong”.

Dorkas atau "Odong-Odong"

Tempat pertama yang kami kunjungi di Pulau Giliyang adalah Gua Air. Disitu kami disambut pintu gua yang lumayan besar dan memasuki salah satu lubang dengan keadaan gelap gulita. Penerangan menggunakan seadanya seperti kamera dari gadget kami. Meski tidak maksimal tapi kami tetap bisa menikmati beberapa keindahan didalam Gua Air.

Menuju Gua Air

Suasana dalam Gua Air

Perjalanan dilanjutkan ke Pantai didaerah Banra’as disitu kami menemukan tulang ikan paus yang cukup besar dan sepertinya sengaja disimpan oleh warga sekitar mengingat daerah tersebut jarang sekali ada ikan paus.

Tulang Belulang Ikan Paus

Di Pantai tersebut kami bermanjakan diri berenang dengan airnya yang cukup jernih dan TreTans menyempatkan diri untuk menumpang Sholat disalah satu rumah warga sekitar. disitu TreTans melihat beberapa penerangan seperti Lampu TL (Tube Lamp) dengan menggunakan Aki sebagai sumber tenaga listrik dan Lampu Teplok menggunakan minyak.

Aki sebagai sumber kehidupan

Lampu Teplok

Wajar jika penduduk Pulau Giliyang menggunakan alat penerangan seperti itu dikarnakan listrik PLN belum masuk daerah mereka dan dari pengamatan TreTans beberapa rumah sudah menggunakan panel tenaga surya untuk beraktifitas sehari-hari.

Harapan TreTans semoga suatu saat ada Gerakan Listrik Tenaga Surya agar penduduk Pulau Giliyang bisa menggunakan listrik untuk kebutuhan sehari-hari seperti penerangan dan lain sebagainya.

Oia, mengenai tempat yang mempunyai kadar oksigen tertinggi, TreTan belum memasuki daerah itu yang konon katanya hanya orang-orang dari Balai Penelitian Pusat yang mengetahui tempat/pusat daerah yang mempunyai Kadar Oksigen Tertinggi di Dunia.

Yah, semoga di Ekspedisi selanjutnya, TreTans bisa mengunjungi kembali dan merasakan sensasi menghirup nafas dengan kadar Oksigen lebih dari biasanya.

Yang jelas kembali menyisihkan uang untuk itu, syukur-syukur ada sponsor atau Donasi untuk terus Menduniakan Madura.. he he..

Maaf jika gambar kurang berkenan, hanya mengandalkan Gadget murahan.. Jika penasaran, silahkan kunjungi langsung Pulau Giliyang – Sumenep.. tentunya hanya di Pulau Madura.. ;)

 PETA DIGITAL SURAMADU MENUJU PULAU GILIYANG - SUMENEP
KLIK GAMBAR



Untuk Menuju Pulau Gili Iyang, TreTan bisa menghubungi teman kita:
- Sutam Balakosa (fb: facebook.com/sutam.balakosa atau Twitter: @SutamWidodo)
- Deddy (fb: facebook.com/Boyz.phat
- dari Terminal Bungurasih - Surabaya, naek bis langsung menuju Terminal Sumenep.


MATOR SAKALANGKONG:
~ Komunitas Blogger Madura (Plat-M.com)
~ Komunitas Sejarah Sumenep "Songennep Tempo Doeloe"
Tim Ekspedisi Pulau Gili Iyang - Sumenep

Pencarian:
Tempat Wisata Pulau Gili Iyang, Kadar Oksigen Tertinggi, Pulau di Sumenep, Pariwisata tersembunyi Madura,  Wisata Kesehatan di Sumenep, Lokasi Pulau Gili Iyang di Madura, Paket Wisata Madura,

Ekspedisi Kuliner Rujak Khas Kecamatan Sepulu - Bangkalan - Madura

8/30/2013 Add Comment
Ekspedisi Kuliner Rujak Khas Kec.Sepulu Madura

Kecamatan Sepulu Bangkalan merupakan salah satu kecamatan di Bangkalan yang pada waktu yang lalu sempat heboh dan terkenal di Indonesia dengan kabar muncul pulau baru di tengah laut sepulu. Sebuah pulau yang terbentuk dari karang yang belum pernah ada sebelumnya namun tiba-tiba saja muncul menjadi sebuah pulau. Akan tetapi, pada kesempatan kali ini kita akan membahas dari sisi lain kecamatan sepulu tersebut yaitu tentang kuliner kecamatan sepulu yang cukup terkenal bagi para masyarakat sekitar yaitu Rujak Pandi di Kecematan Sepulu.

Rujak yang kami maksud tersebut sungguh berbeda dari biasanya kebanyak rujak di Pulau Madura seperti layaknya rujak soto dll. Rujak kecamatan sepuluh tersebut adalah rujak asli dengan campuran bumbu yang ada seperti cabe dengan potongan ketimun, kerupuk, telur puyuh dll. Nah yang unik dari kuliner Madura khas kecamatan sepuluh tersebut adalah penyajianya. Para pembeli diberikan kebebasan untuk “ngrujak” dengan cara penjual rujak tersebut hanya memberikan “rujak khas” sepuluh tersebut sisanya para pembeli silahkan untuk meramu sendiri seperti mengupas ketimun , makan kerupuk, telur puyuh secara mandiri rasanya sepeti warung kita sendiri.

Tidak hanya itu, para pembeli juga harus mengingat habis berapakah ketimun, kerupuk dan makanan yang diambil pembeli sepenuhnya para pembeli dibebaskan untuk itu so kejujuran para pembeli juga sedang di uji.

Rasa rujak Kecamatan Sepuluh ini cukup khas dan ada yang bilang “ngangeni”. Pada ekspedisi di kecamatan sepuluh ini saya ditemani oleh beberapa teman diantaranya “ Anang Hidayat, Sari, Eka, Raden, yogi dan malik. Menikmati rasa khas rujak di kecamatan sepuluh tersebut sebenarnya diluar ekpektasi saya sebelumnya yang menganggap bahwa rujak kec.sepuluh tersebut seperti layaknya rujak-rujak yang ada di pulau Madura yakni rujak soto. Sehingga kami pun tidak sempat untuk sarapan terlebih dahulu pada siang itu, karena semangat berangkat menikmati rujak khas kecamatan sepuluh tersebut. Apabila anda ingin menikmati sensasi khas rujak di Kecamatan Sepuluh tersebut silahkan datang dan buktikan.

Berikut ini adalah dokumentasi tempat dan suasana ngerujak bareng di Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan :






PETA DIGITAL MENUJU KULINER RUJAK KHAS 
KECAMATAN SEPULU KAB. BANGKALAN
DARI ARAH SURAMADU

Klik Disini

Pencarian:
Kuliner Khas Sepulu, Fenomena alam Sepulu, Rujak Khas Bangkalan Madura, Rujak Pandi di Sepulu, Ekspedisi Kuliner Madura, Harga Rujak Petis Madura.

Ekspedisi Benteng Fort Sumenep - Tim Songennep Tempo Doeloe

5/16/2013 1 Comment
Ekspedisi Benteng Fort Sumenep - Tim Songennep Tempo Doeloe

Melanjutkan postingan yang tertunda setelah hampir 4 bulan lamanya, Kami mencoba menelusuri peninggalan bersejarah lainnya di wilayah distrik 3 wilayah Kota Sumenep. Kali ini objek yang kami telusuri yaitu “Fort Soemenep” atau yang dikenal oleh Masyarakat sekitar dengan sebutan “Benteng Kalimo’ok”.

Fort Soemenep sendiri menurut prasasti yang ada di depan benteng, menerangkan bahwasanya benteng tersebut dibangun pada tahun 1785 oleh VOC. Benteng Fort Sumenep dibangun tak jauh dari lokasi pembangunnya yang pertama di “ Loji Kantang” . Benteng Fort Soemenep berada di dusun bara’ lorong, Desa Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget jaraknya sekitar 5 km dari pusat kota Sumenep

Desa Kalimo’ok merupakan daerah dekat pesisir jaraknya hanya sekitar 3 km dari bibir pantai, lokasinya juga tidak jauh dari Kali Marengan sebagai jalur perdangan utama untuk memasuki kawasan kota. Lebih dari itu lokasi ini juga sangat strategis karena daerahnya agak tinggi dan pandagannya langsung menuju selat Madura. Segala aktifitas keluar masuk kapal dari selat Madura ke kali marengan terpantau jelas dari bangunan utama benteng.

Fort Sumenep atau lebih terkenal dengan sebuatan benteng Kalimo’ok bangunannya berbentuk persegi dilengkapi dengan 4 buah bastion di setiap sudut-sudutnya. Benteng ini juga dilengkapi beberapa buah meriam yang salah satunya tertuju pada satu arah yakni “ Selat Madura”. Semua bastion masing-masing juga dilengkapi beberapa lubang ukuran 50x70 cm sebagai tempat pengintaian.

Fort Sumenep, luasnya kurang lebih 12.750 M2 dengan panjang tembok 150 meter dan lebar 100 meter. Ketebalan dinding keseluruhan 3 meter. Didalamnya juga terdapat 2 buah penjara. Benteng ini juga mempunyai 2 pintu yang kesemuanya mencerminkan arsitektur kolonial. Pediment di kedua pintu gerbangnya juga masih berdiri kokoh hingga saat ini, hampir mirip dengan pintu masuk labhang mesem di Karaton Sumenep.

Seperti yang tertera pada gambar peta Kota Soemenep tahun 1883. Didalam benteng sebenarnya ada 4 buah bangunan . Sayangnya keempat buah bangunan tersebut sudah hilang diganti menjadi bangunan-bangunan baru untuk fasilitas gedung dinas peternakan dan juga lapangan volley, hanya ada satu bangunan yang bisa dibilang umurnya sudah cukup tua, kemungkinan merupakan sisa bagian dari bangunan-bangunan lainnya yang sudah dibongkar. Arsitektur dari bangunan ini juga mencerminkan gaya bangunan Kolonial. Secara sekilas nampak seperti bangunan berkubah dengan ketebalan dinding dalam hampir mencapai 1 meter.

Menurut persepsi masyarakat, bangunan ini merupakan musholla yang ada sejak jaman VOC, sebab ada kubah diatasnya. Namun persepsi masyarakat tersebut sebenarnya kurang benar. Menurut penuturan Bapak Sulaiman, salah sorang pegawai dinas peternakan yang ditugaskan untuk menjaga lokasi tersebut, Bangunan tersebut difungsikan sebagai musholla hanya pada era pemerintahan orde baru saja, tatkala Benteng tersebut dialih fungsikan sebagai pusat peternakan sapi Madura.

Di utara Benteng saat ini terdapat bangunan Kandang Sapi yang ukurannya cukup luas, namun sejak jaman reformasi hingga sekarang sudah tidak difungsikan lagi. Saat ini kondisinya juga sangat memperihatinkan, hampir mirip dengan kondisi bangunan utama Benteng yang dibeberapa sudutnya sudah ditumbuhi semak belukar dan hancur.

Berikut foto-foto kondisi terkini Kondisi Fort Soemenep tahun 2013. Penelusuran kali ini juga kami abadikan menjadi film documenter bersama teman-teman Songennep Tempo Doeloe.

Kondisi dalam Benteng yang sudah berubah fungsi dan juga bangunannya, sudah nampak tak terawat lagi dan merusak stuktur bangunan benteng yang dulunya sebagai pusat pertahanan.

Kondisi salah satu penjara yang ada di dalam area benteng yang tertutup semak belukar.

Kondisi ruangan penjara yang hanya berukuran 1.5 meter X 1 meter.
Pintu keluar yang ada di sisi utara benteng, juga jalan masuk menuju Kandang Sapi milik dinas Peternakan Propinsi.

rekonstruksi bangunan benteng "Fort Soemenep" menurut kondisi saat ini.

Ca-kanca Komunitas Songennep Tempo Doeloe di depan Benteng "Fort Soemenep" di Desa Kalimo'ok, Kecamatan Kalianget.

Catatan:
- Jika TreTans ingin lebih mengetahui lebih jauh tentang sejarah Sumenep atau bergabung dengan Tim SEPOELOE (Songennep Tempoe Doeloe) dalam menguak Sejarah yang ada di Kabupaten Sumenep, silahkan bergabung di link Fanspage SEPOELOE.
- Terima Kasih kepada Tim SEPOELOE yang ikut berkonstribusi untuk web PulauMadura.com (Berbagi Seputar Pulau Madura) semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Kuliner Khas Bangkalan Madura Lopes dan Cetter

3/13/2013 1 Comment
Kuliner Khas Bangkalan Madura Lopes dan Cetter

Berbagai jenis Kuliner Khas Madura semakin tergeser oleh adanya makanan dari luar bahkan bisa jadi lambat laun akan punah dan tinggal cerita para orang tua untuk anaknya yang penasaran tentang rasa dan bentuk dari makanan yang pernah populer di kalangan masyarakat madura.

Lopes dan Cetter merupakan Kuliner khas Madura yang dahulu menjadi primadona makanan ringan khususnya Kota Bangkalan - Madura. Makanan tersebut dulu sering dijajakan keliling atau membuka lapak kecil dipinggir jalan. Dahulu TreTans sering membeli makanan tersebut yang seringkali melewati rumah dan terkadang juga membelinya di lapak pinggir jalan dekat rumah yang biasanya buka tiap pagi.

Saat ini sangat jarang ditemui makanan tradisional Bangkalan - Madura ini, penjaja yang biasa lewat rumah sudah tak tak pernah lagi ada dan lapak kecil didekat rumah tak lagi menjajakan makanan dengan ciri khas lelehan gula merah diatasnya ini.

Beberapa waktu lalu, TreTans mendapat info dari salah satu teman bahwa masih ada penjaja makanan Lopes dan Cetter didekat Kantor Kelurahan Demangan - Bangkalan. Pada malam hari sekitar jam 8, kami berangkat menuju penjaja makanan madura dan disana kami menemukan makanan khas tersebut yang dijajakan oleh ibu dan nenek.

Sedikit kami bertanya tentang makanan Lopes dan Cetter yang lopes sendiri bahan dasarnya dari Ketan Putih yang lama proses perebusannya kurang lebih 7 jam yang dibungkus dengan daun pisang. Cara memotongnya-pun masih memakai cara lama yakni menggunakan benang. Setelah lopes dipotong menjadi bagian kecil, kemudian diatasnya ditaburi parutan kelapa dan gula merah.

tak hanya Lopes dan Cetter yang dijajakan, Rujak Petis dan Bihun juga mewarnai lapak makanan yang biasa dijajakan dipinggir jalan kota tersebut.

Lapak sederhana itu buka sekitar jam 6 sore hingga setengah 9 malam dan terkadang lebih awal tutup jika stok kuliner madura sudah habis diburu oleh masyarakat sekitar.

dan berikut adalah dokumentasi kami mengenai Kuliner Khas Bangkalan Madura, Lopes dan Cetter:








LOKASI PEDAGANG MAKANAN KHAS BANGKALAN MADURA, LOPES & CETTER


Klik Gambar untuk Peta Digital Google Maps

Sejarah Sultan R. Abdul Kadir Cakra Adiningrat II atau Sultan Abdul Kadirun

2/17/2013 Add Comment
SULTAN R. ABDUL KADIR CAKRA ADININGRAT II
(SULTAN R. ABD. KADIRUN)
(1815-1847 M)

Secara umum beliau disebut R. Abdul Kadirun walaupun dalam Prasasti yang terukir di Mihrab Masjid Agung Bangkalan, terukir Maulana Abdul Kadir bin Almarhum Maulana Abdurrahman. 

Beliau adalah Putra kedua Sultan Abduh (Sultan R. Abdurrahman Cakraadiningrat I) dari 13 bersaudara. Ibunya adalah R. Ayu Saruni Permaisuri ke 2 Sultan R. Abdurrahman, Cangga (Cucu Buyut) dari Pangeran Cakraningrat II (Panembahan Siding Kamal). Perlu dijelaskan bahwa R. Ayu Saruni, Pasareannya ada di Buju’ Aghung Dedelan (Pasarean keluarga Kerajaan di luar Kraton, sekarang Jl. KH. Moh. Toha RT.2 / RW. 06 dalam lingkungan Pondok Al-Ikhlas Bangkalan). Asuhan KH. Zainuddin, SH.

Catatan sejarah tentang Tahun Kelahiran Sultan R. Abdul Kadirun tidak tertulis dengan pasti tapi penulis memberanikan diri menghitung mundur, tahun lahir beliau berasal dari tahun wafat beliau, bahwa Sultan R. Abdul Kadirun wafat pada tahun 1847 M, dalam usia 69 Tahun.

Jadi, Insya Allah Beliau dilahirkan pada tahun 1778 Masehi (1847-69). Sejak muda Beliau selalu mendapat tugas-tugas berat dari ayah beliau, misalnya pada tahun 1880 Masehi pada usia yang masih sangat muda (22 tahun), Sultan R. Abdul Kadirun atau disebut juga R. Tumenggung Mangkudiningrat, telah memimpin Pasukan Bangkalan sebanyak 500 orang dalam perang melawan Inggris pada Perang Cilincing di Batavia, sekarang Jakarta. 

Tak lama kemudian dalam usia 23 tahun karena keberanian dan jasa-jasanya, Beliau mendapat Gelar Pangeran disertai hadiah-hadiah berupa Talam Emas itu terjadi dalam tahun 1801 Masehi, dua tahun kemudian pada usia 25 tahun, Beliau dipersiapkan sebagai Raja Muda (Ratoh Megang) untuk menggantikan ayah Beliau, dengan Gelar Pangeran Adipati, itu terjadi pada tahun 1803 Masehi.

Sebagai seorang Raja Muda pada tahun 1803 Masehi dengan membawa kekuatan Pasukan Bangkalan sebanyak 1000 orang Beliau berangkat ke Daerah Cirebon, berperang dan berhasil menekan perlawanan R. Bagus Idum, yang sangat sangat ditakuti oleh Belanda, sehingga beliau mendapat Penghargaan berupa Keris Indah bergagang Emas Bertabur Intan, yang sekarang tersimpan di Museum Betawi Jakarta Pusat (semoga TreTans suatu saat bisa kesitu). Tahun 1815 Masehi, Sultan R. Abdurrahman Cakraadiningrat 1 wafat, sehingga dalam usia 37 tahun, Sultan R. Abdul Kadirun naik tahta kerajaan Madura Barat III, saat itu pula Bangsa Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya kepada Kompeni Belanda (Senin, Syawal 1743 Tahun Jawa) atau Tahun 1815 Masehi. 

Gubernur Jendral Baron Van Der Capellen tahun 1824 Masehi meminta bantuan Sultan R. Abdul Kadirun untuk mengirim Pasukan Bangkalan Madura dalam Perang Bone di Sulawesi. Pasukan ini dipimpin oleh putra ke-8 Beliau, yaitu Pangeran Suryo Adiningrat (Pangeran Sorjah), dengan Kekuatan 900 Pasukan Bedil, 600 orang prajurit bersenjata tombak, 80 orang Pasukan Berkuda, 2 buah meriam. 

Bahwa kecakapan tempur Pasukan Bangkalan Madura ini, saat itu benar-benar menggetarkan seluruh jawa. Pasukan ini berangkat ke Sulawesi Selatan dan bekerja sama dibawah komando Mayor Van Geen, dalam perang itu pula Calon Putra Mahkota Sultan R. Abdul Kadirun, Pangeran Adipati Seco Adiningrat IV (R. Moh. Yusuf) dan menantu Sultan Pangeran Atmojo Adiningrat. Pangeran Suryo Adiningrat mendapat Pangkat Letnan Kolonel dan Mayor.

Tujuh bulan berada di Bone, Pasukan Bangkalan Madura ini, ditarik kembali ke Madura dan 2 tahun kemudian tahun 1883 Masehi kembali Pasukan Bangkalan Madura dikirim ke Jogjakarta dalam Perang Diponegoro. Enam bulan berperang disana, Pangeran Seco Adiningrat IV (R. Moh. Yusuf putra ketujuh Sultan), menjadi Kolonel dan Pangeran Suryo Adiningrat , Pangeran Atmojo Adiningrat berpangkat Letnan Kolonel. 

Tahun 1831 Masehi, Korps Barisan dibentuk di Madura dan 2 tahun kemudian 1833 Masehi kembali Pasukan Bangkalan Madura diberangkatkan dalam perang Jambi, kali ini pemimpin pasukannya adalah Pangeran Adinegoro (Ibrahim). Putra ke-18 dari Ibu Nyai Djai, tahun 1846, Pasukan Bangkalan Madura berangkat dalam ekspedisi yang pertama di bawah pimpinan Pangeran Adinegoro dalam Perang Bali. 

Dapat diambil kesimpulan bahwa masa pemerintahan Sultan R. Abdul Kadirun, seolah-olah disibukkan oleh masa-masa perang, itu tidak berarti Beliau meninggalkan tugas Kepemerintahannya yang lain, satu contoh bahwa sebagai seorang Satrio Pinandito (Ulama dari Umaroh yang bersatu dalam pribadi Beliau), Sayyidin Panotogomo, Beliau telah membuka Masjid Kraton Kerajaan untuk kepentingan Ibadah Rakyat Umum (Masjid Agung Bangkalan yang dipakai sampai sekarang). 

Uraian tentang hal tersebut diatas dapat dibaca dalam buku Sultan R. Abdul Kadirun hubungannya dengan Masjid Agung Bangkalan, karya tulis (R. Moh. Sasra). 

Beliau mendasarkan watak kepemimpinannya pada Asta Brata, 8 sifat Kepemimpinan dari sudut pandang Budaya Jawa (tertulis dalam buku : Alm. Sumarsaid Murtono), yaitu : 
1. Demawan (Indra) 
2. Tegas (Yama) 
3. Ramah Tamah (Suya) 
4. Kasih Sayang (Candra) 
5. Cermat (Bayu) 
6. Pemberi Kegembiraan (Kuwera) 
7. Cerdas (Baruna) 
8. Keberanian (Brahma) 

Akhirnya pada hari Kamis Legi II Syafar, 1775 tahun Jawa atau tanggal 28 Januari 1847 Masehi, Sultan R. Abdul Kadirun Cakradiningrat II atau Sultan R. Abdul Kadirun, berpulang ke Rahmatullah pada usia 69 tahun, jenazah beliau dikebumikan di Pasarean Congkop (Makam Raja Bangkalan dan Keluarganya), di belakang Masjid Agung Bangkalan. 
Beliau mengendalikan Pemerintahan, yang bersifat MONARKI (Sistem Pemerintahan Kerajaan), selama lebih kurang 32 tahun dan beliau adalah Raja Generasi ke-II Panembahan Lemah Duwur (R. Pratanu) di Kerajaan Madura Barat Bangkalan pada Pasarean Beliau terdapat Lambang Prasasti Cakra bersudut 8, yang berarti WOLU (Wohing Laku = Buwena Lako atau Lakonnah Badan/Bahasa Madura), yang menurut uraian Almarhum R. Ario Saleh Saeryowinoto, manusia harus mempunyai watak yang 8 (delapan) yaitu: 
1. Prilaku Bumi – Teduh dan melindungi yang tertindas 
2. Prilaku Air – Pendingin Suasana 
3. Prilaku Angin – Sejuk 
4. Prilaku Samudra – Watak Sabar, Nerimo 
5. Prilaku Candra / Bulan – Membuat orang lain tentram 
6. Prilaku Matahari – Memberi warna kehidupan 
7. Prilaku Api – Tegas menentukan benar dan salah 
8. Prilaku Gunung – wibawa karena disegani, bukan “ditakuti” 

Tentang Peri Kehidupan Beliau, sebagai seorang Sultan Beliau didampingi seorang permaisuri (Garwa) Patmi), R. Ayu Masturah (Ratoh Ajunan), cucu panembahan Cakraningrat V (Panembahan Sedho Mukti) dan 7 (tujuh) orang Garwa Ampiyan (Selir): 
1. Ratu Timur (R. Ayu Saina) 
2. Nyai Reno 
3. Nyai Jai 
4. R. Kenoko 
5. R. Citrowati 
6. R. Siya 
7. R. Ajeng Trisnowati (Mas Ajeng Ratnowati) 

Dari ke-8 Garwo/Istri ini diturunkan putra-putri Beliau sebanyak 46 (empat puluh enam) seperti yang tercantum dibawah ini : 
1. R. Ayu Pangeran Atmojodiningrat (Ngaisa) 
2. R. Ayu Raiya 
3. Pangeran Noto Adiningrat (Hosen) 
4. R. Ayu Tmg. Mangkuadiningrat (Raisa) 
5. R. Ayu Ario Jaying Rasminingrat 
6. R. Ayu Stina 
7. Pnb. Cakra Adiningrat VII (R. Moh. Saleh) 
8. Png. Suryo Adiningrat (Abdussaleh) atau Pangeran Sorjah 
9. Ratu Paku Buwono VII (R. Ayu Srija) 
10. R. Ayu Tmg. Cokro Negoro (Sariganten) 
11. R. Bakir, ibunya Ratu Timur (R. Ayu Saina) 
12. Png. Sosro Adiningrat, ibunya Ratu Timur R. Ayu Saina 
13. R. Ayu Tmg. Purwo Negoro (Nurisa), Ibunya Ratu Timur 
14. Satu Putra, Meninggal, Ibunya Nyai Reno 
15. R. Ayu Supiya, Ibunya Nyai Reno 
16. R. Ayu Maryam, Ibunya Nyai Reno 
17. Satu Putra, Meninggal, Ibunya Nyai Jai 
18. Png. Adinegoro (Ibrahim), Ibunya Nyai Jai 
19. R. Ayu Tmg. Purwo Negoro (Janiba), Ibunya R. Kenoko 
20. R. Ayu Tmg. Broto Adinegoro (Janiba), Ibunya R. Kenoko 
21. R. Ali 22. R. Ayu Tmg. Cokro Kusumo (Asia) 
23. R. Ayu Srina 
24. Png. Cokro Negoro (Hasan) 
25. Png. Cokro Kusumo (Abdur Rasyid) 
26. R. Ayu Ario Suro Dipuro (Stia) 
27. R. Ayu Rusya 
28. R. Ayu Ario Mloyo Musumo (Halima) 
29. R. Ayu Ario Brotoningrat (Matrya) 
30. R. Ayu Ario Cokrodiputro (Manten) 
31. Png. Cokrowinoto (Jamilun) 
32. Seorang Putra Meninggal, Ibunya R. Citrowati 
33. Png. Mangku Adinegoro (Abdussamad alias Kondur), Ibunya Mas Ajeng Retnowati 
34. Png. Prawiro Adinegoro (Amir) 
35. Png. Prawiro Adiningrat (Sleman) 
36. R. Ayu Ario Surodipuro (Nurani) 
37. R. Ayu Sulodilogo atau Brotoningrat (Sripa) 
38. Png. Suryonegoro (Hasyim), Bupati Pertama Bangkalan 
39. Seorang Putra Meninggal, Ibunya R. Siya 
40. Seorang Putra Meninggal, Ibunya R. Ajeng Trisnowati (Mas Ajeng Ratnowati) Pasareannya ada di Congkop – Bangkalan 
41. Png. Sastronegoro (Santara) 
42. Png. Sosro Winoto (Kadimin) 
43. R. Ayu Ario Purwowinoto (Slama) 
44. Png. Suryowinoto (Abdurrahman) 
45. R. Ayu Ario Joyokusumo (Grambang) 
46. R. Ayu Kembar 



Diambil dari Buku Risalah Tahlilan "Memperingati Hari Wafat Sultan R. Abd. Kadir Cakra Adiningrat II (Sultan R. Abd. Kadirun) ke 166, 25 Desember 2012 (11 Syafar 1434 H) Yayasan Ta'mirul Masjid Agung Bangkalan Bagian Makbaroh, Jl. Sultan R. Abd. Kadirun No. 5 Bangkalan

LOKASI PASAREAN CONGKOP MAKAM RAJA BANGKALAN
SULTAN R. ABDUL KADIRUN

Berikut adalah letak dari makam atau kuburan Sultan R. Abdul Kadirun jika diakses lewat Jembatan Suramadu.